
Industri kecil dan menengah (IKM) di sektor tekstil Indonesia kini menghadapi tantangan berat akibat banjirnya produk impor ilegal. Ikatan Pengusaha Kecil dan Menengah (IPKB) telah menyuarakan keprihatinan mendalam atas kondisi ini, meminta pemerintah untuk segera mengambil tindakan yang diperlukan.
Ketua Umum IPKB, Nandi Herdiaman, mengungkapkan bahwa masuknya produk tekstil ilegal secara masif telah memberikan tekanan signifikan pada pelaku usaha konveksi. Permintaan terhadap produk konveksi lokal terus mengalami penurunan seiring dengan membanjirnya barang-barang impor yang kerap dijual dengan harga lebih murah.
Dampak Buruk Banjir Impor Ilegal
Nandi menegaskan bahwa akses pasar yang luas dan stabil adalah kunci bagi IKM untuk meningkatkan penjualan dan pendapatan mereka. Tanpa jaminan pasar yang memadai, IKM akan kesulitan untuk berkembang, bahkan ketika mereka mampu menghasilkan produk berkualitas tinggi.
Persoalan utama yang disoroti adalah lemahnya pengawasan di pelabuhan dan perbatasan yang menjadi pintu masuk utama barang-barang ilegal. Kondisi ini memungkinkan produk impor ilegal masuk dengan mudah ke Indonesia, merugikan industri lokal dan merusak pasar dalam negeri.
Data BPS Ungkap Peningkatan Impor Ilegal
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan signifikan dalam impor pakaian bekas, yang merupakan salah satu contoh praktik impor ilegal. Nilai impor pakaian bekas (HS 63090000) tercatat mencapai US$1,31 juta dengan volume 1,09 juta kg hanya dalam periode Januari-Juli 2025.
Angka tersebut hampir menyamai nilai impor pakaian bekas sepanjang tahun 2024, yang mencapai US$1,5 juta dengan volume 3,86 juta kg. Kenaikan ini sangat mencolok jika dibandingkan dengan tahun 2023, di mana nilai impor pakaian bekas hanya mencapai US$29.759 dengan volume 12.856 kg.
Modus Operandi dan Kerugian yang Ditimbulkan
Banyak produk impor ilegal beredar tanpa dokumen resmi seperti perizinan impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS). Kondisi ini tidak hanya merugikan pelaku IKM yang menjalankan bisnis secara legal, tetapi juga menciptakan distorsi harga di pasar domestik.
Produk ilegal seringkali dijual dengan harga yang jauh lebih murah, sehingga menekan produk dalam negeri yang seharusnya menjadi tuan rumah di negara sendiri. Hal ini membuat IKM sulit bersaing dan berpotensi mengancam kelangsungan bisnis mereka.
Harapan dan Desakan dari IPKB
IPKB mendesak pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Menteri Keuangan yang baru, untuk memperkuat pengawasan dan menindak tegas praktik impor ilegal. Nandi berharap komitmen dari pejabat terkait dapat membendung arus importasi ilegal yang merugikan.
Jika arus barang ilegal dapat dikendalikan dan kebutuhan dasar IKM terpenuhi, Nandi yakin bahwa produk lokal akan mampu kembali berjaya di pasar domestik. Selain akses pasar, permodalan juga menjadi faktor krusial bagi IKM untuk meningkatkan kapasitas produksi dan mengembangkan produk baru.
Kebutuhan Mendesak IKM: Permodalan dan Pendampingan
Banyak pelaku usaha kecil kesulitan mengakses sumber pembiayaan yang memadai untuk mengembangkan usaha mereka. Permodalan dibutuhkan tidak hanya untuk memperbesar produksi, tetapi juga untuk riset dan pengembangan produk agar mampu bersaing di pasar yang semakin kompetitif.
Pendampingan juga menjadi kebutuhan penting bagi IKM untuk meningkatkan kemampuan manajemen, efisiensi produksi, dan strategi pemasaran. Melalui pelatihan, mentoring, dan konsultasi, IKM dapat naik kelas dan meningkatkan daya saing mereka.
Prioritas Utama: Akses Pasar yang Stabil
Nandi menekankan bahwa akses pasar kerap menjadi prioritas utama bagi IKM. Tanpa pasar yang stabil, upaya peningkatan penjualan dan pendapatan akan sulit tercapai, bahkan permodalan yang memadai pun menjadi tidak efektif jika produk tidak laku di pasaran.
Dengan dukungan yang tepat dari pemerintah dan berbagai pihak terkait, industri tekstil lokal diharapkan dapat kembali bangkit dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian Indonesia. Penting bagi semua pihak untuk bersinergi dalam mengatasi tantangan impor ilegal demi masa depan industri tekstil yang lebih baik.